Kamis, 14 Juni 2012

cedera ,ganggren ,nekrosis


Pengertian Cedera ( Jejas )
            Cedera sel ( jejas ) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan atau sel terkena agen perusak ( damaging agents ). Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera/jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. . Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel.
Penyebab  jejas sel diantaranya adalah :
1. Hipoksia (pengurangan oksigen ) terjadi sebagai akibat :
 a. iskemia (kehilangan pasokan darah
 b. oksigenisasi tidak mencukupi (misalnya, pneumonia ) atau
 c. hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya, anemia, keracunan karbon monoksida).
2. Faktor fisik, termasuk trauma, pcanas, dingin, radiasi, dan renjatan listrik.
3.
Bahan kimia dan obat-obatan, termasuk:
       a. Obat terapeutik (misalnya, asetaminofen (Tylenol), dan
       b. Bahan bukan obat (misalnya, timbale, alcohol).
4. Bahan penginfeksi, termasuk virus, ricketsia, bakteri, jamur, dan parsit.
5.
Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen.
        Antigen endogen ( missal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6.  Kekacauan genetik, misalnya mutasi, dapat menyebabkan: mengurangi suatu      enzim, kelangsungan hidup sel tidak sesuai, atau tanpa dampak yg diketahui.
7.   Ketidakseimbangan nutrisi :
- Defisiensi protein-kalori
- avitaminosis
- aterosklerosis, dan obesitas
8. Penuaan

2.2 Pengertian Kematian Sel
Akibat  jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ). Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama kematian sel, yaitu apotosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani apo = “dari” dan ptosis = “jatuh”) adalah kematian sel terprogram (programmed cell death), yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi yang teratur.
Apoptosis adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.
Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian virus dan sel pejamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus.
Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut :
–        Sel mengkerut
–        Kondesasi kromatin
–        Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies
–        Fagositosis oleh sel di sekitarnya
Adapun jenis kematian sel yang kedua adalah nekrosis. Nekrosis adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Faktor yang sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah nekrobiosis digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus-menerus. Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis. Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ, peradangan disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan enzim serum.
Dua proses penting yg menunjukan perubahan nekrosis yaitu :
a. Digestif enzimatik sel, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis ( enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abses.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan akhirnya organa sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzym litik intraseluler (autolysis).
 Nekrosis dapat disebabkan oleh :
1.      Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan suplay oksigen dan makanan untuk suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infark, yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosa terutama terjadi apabila daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia, misalnya otak.
2.      Agens biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik baik endo maupun eksotoksin. Bila toksin kurang keras, Biasanya hanya mengakibatkan radang. Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan, sehingga timbul nekrosis.
3.      Agens Kimia
Meskipun zat kimia merupakan juga zat yang biasa terdapat dalam tubuh, seperti natrium dan glukosa, tetapi kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan osmosis sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel, sedang zat lain baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi. Contohnya adalah alloxan yang dapat merusak sel epitel tubullus ginjal. Produk-produk metabolisme tubuh sendiri dapat bertindak sebagai racun, karena itu disebut sebagai autointoksikasi, misalnya terjadi pada wanita hamil dengan keracunan kehamilan ( toxemia gravidarum ), pada payah ginjal menyebabkan uremi.

4.      Agen Fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbuk kerusakan protoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia protoplasma dan inti.
5.      Kerentanan ( hypersensitivity )
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat ( aquired ) dan menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang yang hypersensitiv terhadap obat-obatan sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul pada pembuluh-pembuluh darah.

2.3  Perubahan Morfologis Nekrosis
1. Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel lainnya. Tahap-tahap perubahan tersebut dimulai dengan hilangnya gambaran kromatin dan inti menjadi keriput, tidak vesikuler lagi. Selanjutnya, inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Kemudian inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel . Proses ini disebut karioreksis. Akhirnya inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).

2. Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangren.   Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim dan proses ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi pada jaringan otak, jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi cairan. Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru. Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya dengan jenis nekrosis lain. Misalnya jika saluran pankreas mengalami nekrosis akibat penyakit atau trauma maka getah pankreas akan keluar menyebabkan hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase) menghasilkan asam berlemak yang bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium membentuk endapan seperti sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.
3. Perubahan Kimia Klinik
Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi mengatur berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim autolisis sehingga membran sel lisis. Lisisnya membran sel menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel termasuk enzim spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan meningkat kadarnya di dalam darah. Misalnya seseorang yang mengalami infark miokardium akan mengalami peningkatan kadar LDH, CK dan CK-MB yang merupakan enzim spesifik jantung. Seseorang yang mengalami kerusakan hepar dapat mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Namun peningkatan enzim tersebut akan kembali diikuti dengan penurunan apabila terjadi perbaikan.

2.4  Jenis-Jenis Nekrosis
1.      Nekrosis koagulatif
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan suplai darah, terjadi pada jantung, ginjal, hati.
2.      Nekrosis liquefaktiva
Salah satu tipe nekrosis yang termasuk bakteri fokal atau infeksi jamur. Sebagai akibat autolisis atau heterolisis terutama khas pada infeksi fokal kuman, karena kuman memiliki rangsangan kuat pengumpulan sel darah putih. Apapun patogenesisnya, liquefaktif pada hakikatnya mencerna bangkai kematian sel dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi leukosit imidran dan menimbulkan abses. Jaringan nekrotik ini juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim Materialnya berwarna kuning krem. Biasanya terdapat pada otak dan medulla spinalis.

3.      Nekrosis Kaseosa

Nekrosis yang paling sering ditemukan pada focus infeksi tuberculosis. Istilah “kaseosa” berasal dari gambaran makroskopik putih, seperti keju di daerah nekrotik sentral. Tidak seperti nekrosis koagulatif, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi (tertutup). Sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahan-pecahan sel nya tetap ada selama betahun-tahun. Terjadi pada paru.

4.      Nekrosis Lemak Enzimatis

Yang dimaksudkan ialah nekrosis pada jaringan lemak, disebabkan oleh kerja lipase (yang berasal dari sel pancreas rusak atau makrofag) yang mengkatalisis dekomposisi trigliserid menjadi asam lemak, yang kemudian bereaksi dengan kalsium membentuk sabun kalsium. Secara histologik lemak nekrotik menunjukkan bayang-bayang sel dan bintik-bintik basofilik karena deposisi kalsium. Terjadi pada pancreas.

5.      Nekrosis Gangrenosa

Merupakan nekrosis koagulatif akibat kekurangan aliran darah dan disertai tumbuhnya bakteri safrofit yang berlebihan (gangren kering pada tungkai, gangren basah pada usus). Proses biasanya dimulai dengan infeksi bakteri. Proses seperti ini sering terjadi pada appendiks sehingga terjadi apendicitis gangrenosa.

6.      Nekrosis Fibrinoid
Nekrosis yang menyebabkan penimbunan fibrin. Contohnya pada hipertensi maligna, arteriol yang mengalami tekanan mengakibatkan sel otot polosnya mengalami nekrosis. Plasma merembes ke lapisan media dan menyebabkan penimbunan fibrin. Nekrosis fibrinogen juga disebut bukan nekrosis yang sesungguhnya. Disinggung juga karena sering disebut dan berhubungan dengan persoalan imunitas, karena dibentuknya bangunan-bangunan menyerupai fibrin pada jaringan ikat atau dinding pembuluh darah.

2.5  Dampak Nekrosis
Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik tersebut dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan untuk mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi (terjadi resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak dihancurkan atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi garam-garam kalsium yang diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi jaringan nekrotik . Proses pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik mengeras seperti batu dan tetap berada selama hidup.
Perubahan- perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan :
1.      Hilangnya fungsi daerah yang mati.
2.      Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk bakteri tertentu, misalnya bakteri saprofit pada gangren.
3.      Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit.
4.      Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran sel-sel yang mati.

2.6  Gangren

Gangren berasal dari bahasa Latin kata "gangraena" dan dari bahasa Yunani gangraina , yang berarti " pembusukan jaringan”. Ganggren adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasi kuman saprofit. Pada  ganggren, jaringan menjadi busuk akibat kuman saprofit. Karena kuman saprofit hanya tumbuh baik pada jaringan yang mati, maka gangren pun hanya dapat terjadi pada bagian-bagian yang telah nekrotik dan tempat kuman-kuman itu dapat sampai. Karena itu, gangren hanya dapat terjadi pada alat-alat tubuh yang berhubungan dengan dunia luar seperti kulit, lambung, usus, mulut, paru-paru,dll.
Gangrene disebabkan oleh infeksi atau iskemia , seperti oleh bakteri Clostridium perfringens atau oleh trombosis (diblokir pembuluh darah ). Hal ini biasanya merupakan hasil dari cukup kritis darah pasokan (misalnya, penyakit pembuluh darah perifer ) dan sering dikaitkan dengan diabetes dan merokok jangka-panjang. Kondisi ini paling umum di bawah kaki .
Gangren  dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1.      Gangren kering
2.      Gangren basah
3.      Gangren gas
4.      Gangren diabetik

            Gangren kering dimulai pada bagian distal ekstremitas karena iskemia dan sering terjadi pada jari kaki dan kaki pasien lansia karena arteriosklerosis. Ganggren kering terjadi bila pada jaringan hanya terdapat sedikit cairan, tempat-tempat mudah terjadinya penguapan atau tempat dengan drainage yang baik. Gangren kering sering terjadi pada organ tubuh dan terutama apabila terjadi penyempitan lumen arteri secara berangsur-angsur karena arteriosklerosis, sehingga jaringan mempunyai waktu untuk mengering. Jika aliran darah terganggu untuk alasan lain selain infeksi bakteri parah, hasilnya adalah kasus gangren kering. Orang dengan gangguan aliran darah perifer, seperti diabetes, memiliki risiko lebih besar untuk mengidap gangren kering,
Gangren kering meluas secara lambat dengan hanya sedikit gejala, umumnya terjadi akibat hipoksia lama. Gangren kering menyebar perlahan-lahan hingga mencapai titik di mana suplai darah tidak memadai untuk menjaga jaringan yang layak. Bagian yang terkena kering, menyusut dan gelap hitam, mirip mumi daging. Warna gelap itu adalah karena pembebasan hemoglobin dari sel darah merah hemolyzed, yang ditindaklanjuti oleh hidrogen sulfida (H 2 S) yang diproduksi oleh bakteri, sehingga pembentukan sulfida besi hitam itu tetap berada di jaringan. Baris pemisahan biasanya membawa pemisahan tentang lengkap dengan akhirnya jatuh dari jaringan gangren jika tidak diangkat melalui pembedahan.